Langsung ke konten utama

Masjid, Mosque, Moschee in Switzerland

my favorite destination 

19 September 2018
Berawal dari kerinduan akan suara Adzan yang terbiasa saya dengar dalam keseharian saya di Indonesia. Saya akhirnya memutuskan untuk mencari Masjid terdekat. Saat itu saya menemukan 3 Masjid terdekat yang ada di Olten, entah mengapa saya memilih Olten Türk Kültür Ocagi yang berada di Industriestrasse 2, 4612 Wangen bei Olten. Meski jarak sekitar 4km, kurang lebih saya tempuh dengan berjalan kaki selama 1 jam tentu saja berbekal niat dan g-maps. Karena ketika saya sampaikan niat saya mengunjungi Masjid, baik Suami maupun Ortu saya sedikit khawatir. Bukan kenapa, wajar saja, saya berada di Switzerland dalam hitungan hari dan kali pertama bepergian seorang diri dan berjalan kaki.


Well, Alhamdulillah, saya sangat menyukai perjalanan saya saat itu. Masjid yang saya yakini sebagai salah satu masjid yang didirikan oleh komunitas Turki tersebut sangat bersih, nyaman, dan mudah ditemukan.
Alhamdulillah saya berkesempatan menunaikan Ibadah Sholat Dzuhur (memang saya rencanakan untuk datang saat menjelang Dzuhur), dan untuk pertamakalinya saya mendengar Adzan di Switzerland. MasyaAlloh hati ini terenyuh, bergetar, dan tak kuasa menahan haru dan tangis. Alloh Alloh Alloh Maha Besar atas segala KuasaNYA.
Catatan: Masjid ini merupakan salah satu dari 4 Masjid yang memiliki menara di Switzerland.



191018
Saat itu saya mempunyai janji untuk melakukan rekam biometrik di imigrasi yang berada di Solothurn. Saya rasa menjadi tidak Afdhol bila tidak disertai mengunjungi Masjid. Yaps, saya putuskan mencari Masjid dan destinasi Old Town yang ada di Solothurn.
Masjid kali ini benar-benar luar biasa, saya menemukannya dalam waktu 1 menit setelah melangkah keluar dari Solothurn Bahnof (stasiun). MasyaAlloh sungguh jatuh cinta dengan masjid tersebut pada pandangan pertama. Meski saya belum sempat memasukinya, saya telah merasakan kedamaian berada di dekat RumahNya. Saat itu bertepatan dengan siklus haid dan di waktu pagi hari, yang notabene Masjid tertutup dan terkunci rapat. Nama masjid tersebut adalah Anadolu-Helvetia Verein, Fatih Mescidi/Moschee. Terletak di Holunderweg 55, 4500 Solothurn.


221018
Masjid ketiga yang saya kunjungi, berada di Klybeckstrasse 1B 4057 Basel. Perjalanan dengan berjalan kaki dari Basel Bahnof kurang lebih 30 menit. Saat itu sungguh indah, mendapatkan tiket kereta yang masih 2,5 jam kemudian, membuat saya nekat mengelilingi Basel untuk mencari Masjid. Meski sempat kehilangan arah, 6 menit sebelum sampai di masjid (Hape habis baterai dan g-maps pun hilang hikshiks), Alhamdulillah pada akhirnya menemukannya dengan bantuan seorang Muslim.
Sebuah Masjid yang kecil namun sangat nyaman untuk beribadah. Masjid tersebut berada di lantai atas melewati tangga melingkar dan jamaah ikhwan dan akhwat dipisah (akhwat di atas). Meski tertinggal jamaah Sholat Ashar, saya tetap bahagia dapat bersimpuh menghamba kepadaNya di rumahNya. Ketika sempat berkeliling dan mengambil video untuk dokumentasi, saya menemukan kantin kecil di Masjid tersebut, lengkap dengan aneka makanan, kurma, habatus sauda, dsb, sayangnya pengurus sudah pulang, tidak ada yang melayani pembelian saat itu. Tapi Alhamdulillah, menjadi pengalaman yang sangat indah, karena sepanjang perjalanan pulang, Alloh memberi kedamaian dan keindahan jingga matahari kala terbenam.

Alhamdulillah tiga masjid yang telah saya kunjungi membuat saya semakin semangat untuk napak tilas perkembangan Islam di negeri cokelat ini.

Pertanyaan yang menggelitik disampaikan oleh teman saya yang asli Switzerland, kurang lebih mempertanyakan, bagaimana saya selama ini menemukan 3 Masjid yang saya kunjungi. Terkekeh dibuatnya, saya jawab, g-maps di sini sangat akurat, bahkan ketika ada perbaikan jalan atau apapun itu, disampaikan di apps. Terimakasih G-MAPS! :D


Can't thank enough oh Alloh!
I'm ready for the next Moschee!!!














Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Membuat Visa Schengen (Swiss)

Drama Panjang Pengajuan Visa T.T Assalamu'alaykum Sholihat... Alhamdulillah setelah beberapa kegalauan dalam proses panjang pembuatan visa. The Embassy of Switzerland mengeluarkan Visa untuk saya. Nah, sebenarnya kenapa prosesnya panjang?  Jadi ceritanya saat saya akan mengajukan permohonan visa, saya merencanakannya di bulan April sebelum saya kembali ke rumah di Boyolali untuk cuti melahirkan. Tapi karena keberangkatan ke Swiss masih bulan September alias 4 bulan dari bulan April, sistem tidak bisa dijalankan, karena minimal pengajuan visa 3 bulan sebelum keberangkatan. Tapi alhamdulillah saat itu saya sudah membuat akun di web  TLScontact dan tinggal booking appointment. Setelah melahirkan dibulan Mei, sayapun kembali bersiap-siap melanjutkan persiapan keberangkatan ke Swiss. Saya merencanakan untuk kembali ke Jakarta di awal bulan Juli, dikarenakan akhir Juni transportasi masih tergolong mahal karena lonjakan harga mudik dan lebaran. Tapi takdir berkata lain, da

Millennials Generation, Am I belongs to it?

Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. catatan pekerja jaman now Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat. Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya. Kilas balik. 5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan

Mengikuti Alur Berfikir Seorang Dahlan Iskan

Laman Pak DI, silahkan mampir. catatan seorang pembaca amatir Bagi saya, tidak ada yang salah ketika membaca sesuatu lantas tergelitik untuk memberikan apresiasi, bisa berupa kata-kata motivasi, saran yang membangun, bahkan kritik atas kekurangan. Saya hampir selalu terkesima dan terbangun dari kemalasan ketika membaca postingan-postingan Pak DI di Facebook. Benar, saya tidak memiliki satu pun akun Facebook, saya mensabotase akun milik suami untuk berselancar di dunia itu. Berawal dari ketidak sengajaan menemukan salah satu catatan beliau kemudian berlanjut mengikuti fanpagenya. Beliau adalah salah satu tokoh nasional yang terkenal, kritis, dan inspiratif. Dari awal ketenarannya saya belum terlalu bersemangat untuk menselami ketokohan beliau. Bahkan ketika beliau "terseret kasus yang entah berujung ataupun tidak", saya pun belum terlalu aware, baru benar-benar tergelitik dengan sosok beliau setelah banyak melahap postingan beliau di fanpage dan dilanjutkan ke laman