Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. |
catatan pekerja jaman now
Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat.
Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya.
Kilas balik.
5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan berkarakter. Pekerjaan formal berikutnya saya lalui tidak lebih dari dua tahun, menjadi akademisi dan staf di salah satu perguruan tinggi swasta di Surakarta. Ketika akhirnya memutuskan untuk berpindah ke bidang praktik a.k.a industri bisnis, saya tertarik untuk mendalami praktik-praktik yang selama ini saya pelajari teorinya. Adalah sebuah dalih, ketika saya pada akhirnya masih bersikukuh untuk mengenyam pendidikan lanjut ketika bahkan saya mendapatkan promosi tertinggi dalam karir dunia pekerjaan yang saya lalui selama ini. Sungguh, ada yang tidak biasa dalam hidup saya, saya selalu merasa kurang dan kurang, bukan bagian dari rasa tidak bersyukur, tapi apakah ini?
Ketika menjadi seorang pekerja paruh waktu di NGO dan instansi profit-oriented, saya ditempa untuk menjadi pribadi yang begitu haus akan peningkatan diri sendiri. Sadar tidak sadar, saya banyak menimba ilmu yang tidak biasa dalam instansi tersebut, saya mampu mengaktualisasikan diri saya bahkan all out dalam setiap pekerjaan, setahun berlalu menginjak tahun kedua, ada rasa kurang dalam setiap pekerjaan. Saya merasa saya belum menemukan diri saya yang sesungguhnya dalam bidang tersebut. Saya merasa perlu dan lebih mengaktualisasiakan diri saya, saat itu saya merasa saya belum menemukan platform yang tepat untuk lebih berkembang. Saya memutuskan untuk undur diri dan berdalih pamit melanjutkan studi (meski bahkan diterima di PT tertentu pun belum, tapi alhamdulillah dalih ini menjadi doa yang terwujud di kemudian hari). Alasan yang mendasari saya untuk beralih ke bidang akademis, menjadi seorang asisten dosen dan dosen muda adalah salah satu upaya saya untuk dapat melanjutkan studi. Selama dua tahun, saya menjadi seorang staf akademik dan akademisi yang nampaknya bergairah, tapi mulai bosan dengan rutinitas yang ada. Saya merasa terkungkung dengan zona nyaman dan ritme-ritme monoton kehidupan. Saya kembali menchallenge diri saya, untuk pertama kalinya melamar suatu pekerjaan. Merasakan pertama membuat surat lamaran pekerjaan dan melakukan interview kerja. Pengalaman yang mengasyikkan rupanya. Di pekerjaan baru saya mendapatkan banyak tantangan, belajar hal yang baru dalam bidang yang sama dengan major pendidikan Strata-1 menjadi hal yang membahagiakan saat itu. Ketika akhirnya berganti atasan, tantangan baru pun dimulai, atasan saya ini tidak berselang jauh umurnya dengan saya. Bahkan bisa dikatakan sepantaran. Gaya memimpinnya sungguh kontras dengan gaya kerja saya selama ini, setiap hari dipenuhi dengan debat kecil bahkan berujung bersitegang akan suatu keputusan. Sungguh menggelikan mengingat atasan satu ini menjadi salah satu fasilitator promosi saya ke tingkat selanjutnya. Pada akhirnya saya mendapatkan promosi jabatan saya pertama kalinya, tidak lebih dari dua minggu dalam posisi tersebut, saya dipanggil untuk menerima tantangan yang lebih berat. Promosi tertinggi dalam karir saya, menjadi seorang Manajer Umum di salah satu klinik kesehatan milik Yayasan. Bagai petir disiang hari, anugerah kah ini? Atau justru teguran?
Di saat yang hampir bersamaan saya menerima beasiswa studi ke luar negeri (insyaAlloh dibahas dikisah berikutnya), sungguh dilematik, antara karir dan mimpi.
Dilematik yang membawa saya jauh ke depan, ke belahan bumi lain beserta intriknya.
Bersambung....
Komentar
Posting Komentar