Langsung ke konten utama

Mengikuti Alur Berfikir Seorang Dahlan Iskan

Laman Pak DI, silahkan mampir.

catatan seorang pembaca amatir


Bagi saya, tidak ada yang salah ketika membaca sesuatu lantas tergelitik untuk memberikan apresiasi, bisa berupa kata-kata motivasi, saran yang membangun, bahkan kritik atas kekurangan. Saya hampir selalu terkesima dan terbangun dari kemalasan ketika membaca postingan-postingan Pak DI di Facebook. Benar, saya tidak memiliki satu pun akun Facebook, saya mensabotase akun milik suami untuk berselancar di dunia itu. Berawal dari ketidak sengajaan menemukan salah satu catatan beliau kemudian berlanjut mengikuti fanpagenya. Beliau adalah salah satu tokoh nasional yang terkenal, kritis, dan inspiratif. Dari awal ketenarannya saya belum terlalu bersemangat untuk menselami ketokohan beliau. Bahkan ketika beliau "terseret kasus yang entah berujung ataupun tidak", saya pun belum terlalu aware, baru benar-benar tergelitik dengan sosok beliau setelah banyak melahap postingan beliau di fanpage dan dilanjutkan ke laman beliau.

Saya pribadi, menyukai karya beliau, sangat menghargai tulisan-tulisan beliau, ada banyak hal yang bisa saya petik sebagai hikmah dari setiap kisah beliau. Saya yakin setiap pembaca memiliki interpretasi masing-masing.

Saya tidak pernah menyalahkan penulis ketika menulis sesuatu, terlepas dari segala norma, aturan, kaidah, dan etikanya, saya menginginkan menyelami tulisan tersebut, bahkan menghindari melakukan judgment awal dari judul. Kalau boleh diruntut, hal tersebut sedang menjadi fenomena di negeri kita, pembuatan artikel  dengan judul bombastis yang bertujuan mengarahkan opini ke suatu sudut pandang, mirisnya tidak banyak dari pembaca merespon artikel tersebut tanpa bersusah payah menyelami, membaca dan menyelesaikan artikelnya. Sungguh miris. Ada juga fenomena mendompleng ketenaran suatu fenomena dengan membuat komentar kontroversial atas fenomena tersebut. Sangat disayangkan, media belum bisa diserap secara mentah oleh pembaca amatir seperti saya. Saya harus banyak memfilter diri, dari bacaan yang tidak proper untuk cara berfikir saya.

Melalui laman Pak DI ini saya merasa sedikit berpengetahuan international. Apa itu? Apa maksudnya? Mengapa harus demikian?

Mari perlahan saya jelaskan, tapi tolong jangan lakukan prejudgment yaa.. Selesaikan bacaan ini lantas interpretsikan dengan arif dan bijak.

Saat ini saya sedang menempuh dual degree International Management di Switzerland. Sebenarnya, sama sekali tidak ada tuntutan untuk berpengetahuan luas (dalam syarat masuk ke program ini). Saya merasa wajar saja apabila tidak paham (awalnya). Ketika perkuliahaan pertama, saya merasa wawasan saya jauh dari standar yang ada, hampir setiap murid di sini mengeluarkan aspirasinya dalam kaca mata internasional, atau paling tidak dua negara yang pernah mereka  tinggali. Bagi saya, mengeluarkan aspirasi dalam kaca mata nasional saja sudah kewalahan, apalagi dibingkai dalam wawasan internasional. Sungguh kewalahan saya menghadapinya.
Lantas, satu tugas belajar menyadarkan saya.
Saat itu Pak Dosen memberikan tugas untuk kami (kebetulan tugas tersebut sudah saya persiapkan satu hari sebelumnya, karena saya sedang rajin, dan merasa banyak ketinggalan, jadi saya selalu mempersiapkan segalanya sebelum hari H), tugas kelompok untuk ditanggapi berdasarkan fakta yang kita lakukan di lingkungan pekerjaan. Beberapa teman mengajukan pendapat mengenai lingkungan pekerjaan mereka, lantas saya uraikan apa yang terjadi di lingkungan pekerjaan saya di Indonesia. Beberapa diantara mereka terkesima bahkan sempat tidak percaya dengan apa yang saya sampaikan. Saya berdalih, bukankah hal tersebut sudah biasa? Bahkan saya mengetahui praktik tersebut juga diterapkan di US misalnya. Mereka menjawab, tidak, kami tidak terbiasa dan kami baru mengetahuinya. Inilah sesungguhnya awal dari International Experience yang saya cari dan saya nikmati kemudian.
Mungkin, dulu saya terlalu picik, menjudge diri saya sendiri kurang berpengetahuan tentang sesuatu. Saat ini saya mulai menghargai diri sendiri dan mengganti cara berfikir saya, saya adalah pembelajar. Saya akan menyimpan baik-baik bejana-bejana yang saya miliki, menyediakan bejana baru, kemudian mengisinya dengan cairan baru lainya. Itulah saya saat ini, saya siap dengan segala rentetan informasi dan ilmu pengetahuan baru yang silih berganti berdatangan. Saya siap tidak menjadi katak dalam tempurung, akan tetapi menjadi merpati yang melanglang buana melihat berbagai keindahan alam di belahan bumi lainnya dan tetap akan kembali ke sarangnya.
Apakah urgensinya berpikiran International?
Ketika terjun dalam perkuliahan ini, saya merasa, saya semakin bersyukur sekali. Saya benar-benar mendapatkan wawasan internasional, berkomunikai dan berinteraksi dengan murid seantero dunia, bukan hanya dari Switzerland. Saya menemukan banyak perspektif baru disetiap perjumpaan atau interaksi saya. Lantas pada akhirnya, saya membuat kesimpulan, saya memang membutuhkan ini. Membutuhkan international experience untuk lebih maju, bersyukur, berubah, dan membangun. Tidak pantas kita memberikan komentar terhadap sesuatu hal yang tidak kita ketahui dengan benar dan mendalam, maka kurang tepat bagi kita ingin berkontribusi tanpa berwawasan dengan benar. Saat ini, kelak, dan kedepannya, saya siap berkontribusi, untuk diri sendiri, keluarga, negara, dan bangsa.

bersambung...

Komentar

  1. Menatik tulisannya... Di tunggu lanjutannya... Buka blog saya Juga ya www.depanrumah.com
    Numpang promo... Hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Membuat Visa Schengen (Swiss)

Drama Panjang Pengajuan Visa T.T Assalamu'alaykum Sholihat... Alhamdulillah setelah beberapa kegalauan dalam proses panjang pembuatan visa. The Embassy of Switzerland mengeluarkan Visa untuk saya. Nah, sebenarnya kenapa prosesnya panjang?  Jadi ceritanya saat saya akan mengajukan permohonan visa, saya merencanakannya di bulan April sebelum saya kembali ke rumah di Boyolali untuk cuti melahirkan. Tapi karena keberangkatan ke Swiss masih bulan September alias 4 bulan dari bulan April, sistem tidak bisa dijalankan, karena minimal pengajuan visa 3 bulan sebelum keberangkatan. Tapi alhamdulillah saat itu saya sudah membuat akun di web  TLScontact dan tinggal booking appointment. Setelah melahirkan dibulan Mei, sayapun kembali bersiap-siap melanjutkan persiapan keberangkatan ke Swiss. Saya merencanakan untuk kembali ke Jakarta di awal bulan Juli, dikarenakan akhir Juni transportasi masih tergolong mahal karena lonjakan harga mudik dan lebaran. Tapi takdir berkata lain, da

Millennials Generation, Am I belongs to it?

Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. catatan pekerja jaman now Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat. Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya. Kilas balik. 5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan