Langsung ke konten utama

Tekhnologi dan Peradaban Maju

Rumah Sakit Lira Medika Karawang, akhir Januari 2018.
Mentafakuri nikmat yang Alloh berikan kepada kami di tahun 2017.

catatan seorang Pembaca Amatir jilid II

Tak perlu resah, apabila kita menghadapi masalah dan dapat menanganinya, minimal kita paham prosedural penanganannya, lantas kita menenangkan diri.
Begitu yang saya tangkap dari cerita bersambung mengenai kisah "setengah bionic" milik Pak DI. Kenapa saya angkat topik ini dibandingkan topik yang lain yang beliau bahas? Saya tersadar ada banyak ironi dalam kisah ini. Saya ingin mengungkapkannya sebagai seorang pembaca amatir dan berharap kedepan ada solusi yang lebih baik.

Beliau cukup berpengalaman, memiliki koneksi, dan kemampuan untuk menyelesaikan permasalah kesehatan yang beliau derita baru-baru ini. Saat beliau menderita Aorta Dissection, beliau berada di Madinah sedang dalam ibadah Umroh, dan terpaksa kembali ke Indonesia bahkan terbang ke Singapura untuk penanganan lebih lanjut. Beliau, melalui putrinya, menghubungi beberapa rekanan dan teman sejawat yang berada di Madinah saat itu dan bahkan mulai menghubungi teman dekatnya di Singapura. Singkat cerita beliau akhirnya terbang ke Singapura dan melaksanakan serangkaian test kesehatan dan mendapatkan hasil indikasi penyakit yang dideritanya. Penyakit yang bahkan bisa menyebabkan kematian tanpa penanganan segera. Alhamdulillah beliau mendapatkan penanganan yang tepat dan terbaik untuk kemudian dapat menceritakan segala hikmahnya kepada kita.

Beberapa hal yang ingin saya sampaikan, saya ikut bersyukur, beliau kembali pulih dan mendapatkan penangangan yang tepat. Penanganan yang tidak sembarang pasien dapatkan. Bagaimana tidak? Scent yang dipasang di pembuluh aorta beliau seharga 500juta rupiah, belum biaya perawatan dll. Sungguh, jumlah yang teramat banyak dan melampui kemampuan seseorang dengan kecukupan ekonomi biasa seperti saya. Saya sangat bersyukur Alloh memberikan kenikmatan dan ujian kepada saya begitu juga kepada Pak DI sesuai porsinya. Dalam artian, Alloh tidak akan menguji hambaNya melebihi batas kemampuannya (Q.S Al Baqoroh 286).
Namun, dari beliau, saya banyak belajar, bagaimana membangun suatu hubungan yang baik dengan manusia lantas mendapatkan manfaatnya kemudian. Bagaimana tekhnologi yang maju begitu apik dan rapih menyelesaikan hal yang rumit dalam hal kesehatan. Bagaimana prosedural yang tepat kita lakukan saat kita dalam keadaan genting, seberapa upaya yang harus kita lakukan untuk menyelesaikan permasalahan, dan pada akhirnya berserah diri kepada Sang Pencipta akan hasilnya. Siap sedia dengan segala kemungkinan.
Saya melakukan asumsi berfikir, bahwa di Indonesia mungkin ada beberapa penderita AD seperti Pak DI, dan belum tentu mendapatkan penanganan yang tepat, karena berbagai faktor. Bisa jadi faktor biaya, bisa jadi faktor ketidaktahuan, bisa jadi faktor ketakutan (takut untuk sekedar periksa kemudian berujung membayar dengan sangat mahal), dan faktor-faktor lainnya. Solusi yang pemerintah sampai saat ini pertahankan, jaminan kesehatan BPJS dengan segala pencapaiannya, dirasa angin segar untuk berbagai kalangan. Namun alangkah sayangnya, program ini sedang mengalami kendala dan terseok-seok ditengah triliunan kerugian. Kita harapkan ada solusi yang lebih ramah untuk orang yang membutuhkan, tidak hanya di bidang kesehatan, bidang lainnya seperti pendidikan, ekonomi dsb.

Baiklah, mari kita renungkan di pembahasan penghabisan ini.

Apakah semua itu cukup? Usaha, kemampuan, tekhnologi, teman, dll
Tidak... Sama sekali tidak, saya pribadi merasa tidak cukup dan tidak mampu menjalani kehidupan ini tanpa petunjuk dari Alloh. Segala usaha dan upaya yang kita lakukan atas izin dan kehendak Alloh. Maka, kembalikan segala sesuatu kepada Alloh. Mari bersyukur atas segala yang Alloh berikan kepada kita, nikmat, ujian, rizki, jodoh, pekerjaan, anak, kesempatan, pintu taubat, dan segalanya. 
Bersyukurlah...
Bersyukurlah...
Bersyukurlah...
Maka Alloh akan menambahnya.

Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Millennials Generation, Am I belongs to it?

Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. catatan pekerja jaman now Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat. Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya. Kilas balik. 5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan...

UNITED NATIONS (kantor PBB) in Geneva Swiss

one of my trips is made! Entah mengapa, saya selalu mencintai dunia kemanusiaan. Sempat berkecimpung dalam satu wadah NGO di Indonesia merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri. Saya merasa saya mendedikasikan waktu dan tenaga saya secara tepat dalam platform tersebut. Meski pada akhirnya menggeluti bidang lainnya, adalah suatu awal untuk mimpi yang begitu muluk. Benar, sadar tidak sadar, kami para murid tahu 90'an selalu dicekoki dengan rangkaian histori sejarah panjang kemerdekaan, perjuangan, perlawanan, maupun tragedi kemanusiaan di seluruh dunia. Saya sangat ingat, banyak pertemuan yang diadakan di Indonesia untuk skala nasional, regional, maupun internasional. Awalnya diajarkan mengenai KAA di Bandung, kemudian diharuskan menghafalkan segala sejarah bergabungnya Indonesia pada salah satu wadah International, Persatuan Bangsa Bangsa. Dari Sekertaris Jendral, WHO, UNESCO, ILO, hingga Dewan Keamanan PBB. Rasanya, semuanya begitu jauh dari jangkauan, mimpi yang tingg...