Langsung ke konten utama

short escape to Istanbul, Turkey

Blue Mosque, Istanbul Turkiye

my dream came true!

hello good people,
It was my incredible journey to Istanbul.
I feel my heart melted away from my first step in Istanbul and could not go back to Swiss smoothly.
I love Istanbul atmosphere, I do like their foods, I amazed by the mosques, and I fitted to their metro city as much as I could wonder.

Serasa pulang kampung, mendengar Adzan pertama kali di Istanbul, sungguh meleleh hati saya. Hampir menangis, terharu dan syahdu mendengar panggilan sholat Ashar 3 Desember 2018. Bergegas berusaha melangkah secepatnya untuk menuju Blue Mosque, masjid legendaris dengan beribu sejarah kejayaan Islam melekat padanya. Alhamdulillah Alloh memberikan kesempatan bagi saya untuk mengikuti sholat berjama'ah pertama di Blue Mosque.
Hari ini begitu cepat, tidak terasa sehari yang lalu masih perjalanan dari Austria, kemudian kurang lebih 15 jam singgah di Swiss lalu terbang menuju Istanbul.

Benar-benar mimpi, Impian mentadaburi negeri seribu menara telah terlampaui.

Sesaat setelah berjama'ah sholat, saya mengajak teman saya untuk mentadaburi Masjid penuh sejarah yang sedang dalam renovasi (saat renovasi dengan segala cover konstruksinya saja cantik, apalagi aslinya, luar biasa, masyaAlloh) itu. Partner perjalanan saya kali ini adalah teman kuliah saya di Jakarta, Petra, perempuan blasteran Swiss-Russia yang gemar traveling.
Kami begitu takjub dengan keindahan dan kemegahan bangunan, arsitektur, dan segala detail dalam masjid, berjalan menikmati relung-relungnya sembari berdiskusi ini dan itu mengenainya. Ketika melangkah ke arah hotel persinggahan, kami memutuskan untuk mengunjungi Basilica Cistern, sistem pengairan yang berada di bawah tanah yang fenomenal, bahkan salah satu scene novel dan movie Dan Brown (Inferno) berada di tempat tersebut.
Benar, saya memang penggemar novel kontroversial dan informatif-imajinatif karya Dan Brown. Novel yang sarat informasi keagamaan dengan sudut pandang berbeda, serasa benar-benar hidup dan mengikuti alur yang mencengangkan dalam setiap lembaran kisahnya. Dan saya menuju labirin Basilica Cistern seraya mengingat kembali tiap adegan yang dikisahkan dalam Inferno, menuju wajah Medusa dan setiap sudutnya, sungguh Nikmat Mana yang ku dustakan, padaMu, oh Alloh?
Tak henti-hentinya kami berdiskusi mengenai adegan Inferno, beruntung sekali, Petra adalah penggemar Dan Brown juga.
Meski dalam tahap renovasi, tempat ini sungguh mencengangkan dan tidak pernah gagal membuatku ingin kembali menikmati relung-relungnya.
Setelahnya kami kembali melangkah ke sudut-sudut kota, tanpa terasa adzan kembali berkumandang, Petra sungguh memahami dan menghargai perbedaan keyakinan kami. Saya dipersilahkan untuk berjamaah sholat dan Petra menunggu sembari mengambil beberapa gambar di Grand Bazaar.
FYI, Petra benar-benar tepat memilih hotel yang berada di pusat Old City Istanbul, Sultanahmet district. Kami bisa mengunjungi berbagai tempat hanya dengan berjalan kaki.
Saat itu saya mengikuti berjamaah sholat Maghrib di Nuruosmaniye Mosque, meski sangat menyesal dikarenakan antrian yang begitu panjang di toilet, saya terlambat berjamaah, tak apalah. Begitu selesai sholat maghrib, saya keluar masjid dan mencari Petra yang ternyat sudah menunggu di pinggiran pelataran masjid. Kami berdiskusi sejenak dan memutuskan untuk makan, karena kami telah men-skip jatah makan siang, dan sungguh kelaparan karenanya.
Terdampar pada sebuah restoran Turkish Food (lupa nama restorannya), saya memilih masakan khas Turki, yakni kebab. Maafkan, saya lupa nama menunya, tapi menu satu ini sangat cocok dilidah saya, dagingnya sungguh khas kebab, bumbu yang pas, dipadukan dengan nasi dan sayur segar bahkan saya mencoba cabai besar yang dibakar, Alloh, saya suka sekali masakan ini.
Tidak berapa lama hingga kami beranjak dari resto tersebut dan teman saya memutuskan untuk menikmati spa dan massage khas Turki (Hamami). Saya mempersilahkannya, karena saya pribadi kurang berminat melakukannya, alih-alih mengikutinya, saya memutuskan untuk kembali ke masjid yang sama untuk mengikuti sholat Isya'. Alhamdulillah saya mampu berjamaah.
Masjid ini sungguh indah, setiap detailnya penuh arti, Kejayaan Ottoman memang nyata terlihat di sini. Saat melangkah kembali di sudut Cemberlitas Square, saya terhenti pada sebuah Pillar, Column of Constantine. Silahkan google apa itu Column of Constantine, saya benar-benar takjub!
Malam yang begitu bersejarah....

Nampaknya, hati ini benar-benar tertaut dengan kota metropolitan ini. Thank you oh Alloh!

to be continued.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Membuat Visa Schengen (Swiss)

Drama Panjang Pengajuan Visa T.T Assalamu'alaykum Sholihat... Alhamdulillah setelah beberapa kegalauan dalam proses panjang pembuatan visa. The Embassy of Switzerland mengeluarkan Visa untuk saya. Nah, sebenarnya kenapa prosesnya panjang?  Jadi ceritanya saat saya akan mengajukan permohonan visa, saya merencanakannya di bulan April sebelum saya kembali ke rumah di Boyolali untuk cuti melahirkan. Tapi karena keberangkatan ke Swiss masih bulan September alias 4 bulan dari bulan April, sistem tidak bisa dijalankan, karena minimal pengajuan visa 3 bulan sebelum keberangkatan. Tapi alhamdulillah saat itu saya sudah membuat akun di web  TLScontact dan tinggal booking appointment. Setelah melahirkan dibulan Mei, sayapun kembali bersiap-siap melanjutkan persiapan keberangkatan ke Swiss. Saya merencanakan untuk kembali ke Jakarta di awal bulan Juli, dikarenakan akhir Juni transportasi masih tergolong mahal karena lonjakan harga mudik dan lebaran. Tapi takdir berkata lain, da

Millennials Generation, Am I belongs to it?

Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. catatan pekerja jaman now Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat. Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya. Kilas balik. 5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan

Mengikuti Alur Berfikir Seorang Dahlan Iskan

Laman Pak DI, silahkan mampir. catatan seorang pembaca amatir Bagi saya, tidak ada yang salah ketika membaca sesuatu lantas tergelitik untuk memberikan apresiasi, bisa berupa kata-kata motivasi, saran yang membangun, bahkan kritik atas kekurangan. Saya hampir selalu terkesima dan terbangun dari kemalasan ketika membaca postingan-postingan Pak DI di Facebook. Benar, saya tidak memiliki satu pun akun Facebook, saya mensabotase akun milik suami untuk berselancar di dunia itu. Berawal dari ketidak sengajaan menemukan salah satu catatan beliau kemudian berlanjut mengikuti fanpagenya. Beliau adalah salah satu tokoh nasional yang terkenal, kritis, dan inspiratif. Dari awal ketenarannya saya belum terlalu bersemangat untuk menselami ketokohan beliau. Bahkan ketika beliau "terseret kasus yang entah berujung ataupun tidak", saya pun belum terlalu aware, baru benar-benar tergelitik dengan sosok beliau setelah banyak melahap postingan beliau di fanpage dan dilanjutkan ke laman