Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

short escape to Istanbul, Turkey

Blue Mosque, Istanbul Turkiye my dream came true! hello good people, It was my incredible journey to Istanbul. I feel my heart melted away from my first step in Istanbul and could not go back to Swiss smoothly. I love Istanbul atmosphere, I do like their foods, I amazed by the mosques, and I fitted to their metro city as much as I could wonder. Serasa pulang kampung, mendengar Adzan pertama kali di Istanbul, sungguh meleleh hati saya. Hampir menangis, terharu dan syahdu mendengar panggilan sholat Ashar 3 Desember 2018. Bergegas berusaha melangkah secepatnya untuk menuju Blue Mosque , masjid legendaris dengan beribu sejarah kejayaan Islam melekat padanya. Alhamdulillah Alloh memberikan kesempatan bagi saya untuk mengikuti sholat berjama'ah pertama di Blue Mosque. Hari ini begitu cepat, tidak terasa sehari yang lalu masih perjalanan dari Austria, kemudian kurang lebih 15 jam singgah di Swiss lalu terbang menuju Istanbul. Benar-benar mimpi, Impian mentadaburi

Turkiye E-Visa, easy, simple, reasonable price!

Pertama apply Visa yang simple sekali! Alhamdulillah, Perjalanan ini saya dedikasikan untuk Mas Fajar, Shanum, Abie Ummie, Yasmin, Nabila, dan Akhdan. Keluarga yang telah memberikan izin untuk sekedar berniat short escape ke Turki. InsyaAlloh jika Alloh mengizinkan. Tilas balik keinginan ke Turki, semakin membesar karena keluarga juga sangat mengidolakan sosok pemimpin Muslim Presiden Erdogan. Adek laki-laki satu-satunya sangat mengelu-elukan kepemimpinan beliau, sedangkan kedua adek perempuanku gencar ku jejali mimpi untuk menimba ilmu di negeri seribu menara itu. Ya... Langkah ini, langkah menuju negeri impian... Saya warga negara Indonesia pemegang passport jenis biasa yang diperkenankan mengajukan E-Visa ataupun Visa on Arrival untuk mengunjungi Turkiye, selengkapnya bisa dibaca di sini. Nah karena kemudahan, sistem, dan harga yang terjangkau, saya memilih untuk membuat E-Visa. Seperti judul dalam laman aplikasi visa , ada tiga langkah cara mengajukan permohonan

Balada Mastercard

Petugas yang baik hati dan sabar membantu, di counter Bahnof Olten SBB armada kereta api Swiss Alhamdulillah, yang selalu saya ucapkan untuk segala yang Alloh berikan. Dari kata tersebut, awalnya saya niatkan untuk memaksa diri saya selalu bersyukur atas takdir yang Alloh berikan. Lambat laun, menjadi sebuah paradigma dalam diri saya bahwa saya harus pandai bersyukur. Termasuk kejadian saat itu, 11 November 2018,  kurang lebih 16 hari sebelum keberangkatan ke Austria.  Kilas balik, saya adalah orang yang beruntung, karena mendapatkan kesempatan untuk mengikuti ajang konferensi tingkat International di Austria. Kegiatan ini hanya dapat diikuti oleh mahasiswa dari negara Eropa, untuk tingkat umum dapat diikuti oleh siapapun dengan harga yang lumayan fantastis. Kenapa saya beruntung? Tepat sekali, saya orang Indonesia dan saya mendapatkan kesempatan berharga untuk mengikutinya, insyaAlloh... Selain itu, kegiatan ini juga sudah ditanggung oleh pihak kampus dalam hal akomod

UNITED NATIONS (kantor PBB) in Geneva Swiss

one of my trips is made! Entah mengapa, saya selalu mencintai dunia kemanusiaan. Sempat berkecimpung dalam satu wadah NGO di Indonesia merupakan salah satu kebahagiaan tersendiri. Saya merasa saya mendedikasikan waktu dan tenaga saya secara tepat dalam platform tersebut. Meski pada akhirnya menggeluti bidang lainnya, adalah suatu awal untuk mimpi yang begitu muluk. Benar, sadar tidak sadar, kami para murid tahu 90'an selalu dicekoki dengan rangkaian histori sejarah panjang kemerdekaan, perjuangan, perlawanan, maupun tragedi kemanusiaan di seluruh dunia. Saya sangat ingat, banyak pertemuan yang diadakan di Indonesia untuk skala nasional, regional, maupun internasional. Awalnya diajarkan mengenai KAA di Bandung, kemudian diharuskan menghafalkan segala sejarah bergabungnya Indonesia pada salah satu wadah International, Persatuan Bangsa Bangsa. Dari Sekertaris Jendral, WHO, UNESCO, ILO, hingga Dewan Keamanan PBB. Rasanya, semuanya begitu jauh dari jangkauan, mimpi yang tingg

Masjid, Mosque, Moschee in Switzerland

my favorite destination  19 September 2018 Berawal dari kerinduan akan suara Adzan yang terbiasa saya dengar dalam keseharian saya di Indonesia. Saya akhirnya memutuskan untuk mencari Masjid terdekat. Saat itu saya menemukan 3 Masjid terdekat yang ada di Olten, entah mengapa saya memilih Olten Türk Kültür Ocagi yang berada di  Industriestrasse 2, 4612 Wangen bei Olten. Meski jarak sekitar 4km, kurang lebih saya tempuh dengan berjalan kaki selama 1 jam tentu saja berbekal niat dan g-maps. Karena ketika saya sampaikan niat saya mengunjungi Masjid, baik Suami maupun Ortu saya sedikit khawatir. Bukan kenapa, wajar saja, saya berada di Switzerland dalam hitungan hari dan kali pertama bepergian seorang diri dan berjalan kaki. Well, Alhamdulillah, saya sangat menyukai perjalanan saya saat itu. Masjid yang saya yakini sebagai salah satu masjid yang didirikan oleh komunitas Turki tersebut sangat bersih, nyaman, dan mudah ditemukan. Alhamdulillah saya berkesempatan menunaikan Ib

Dian Pelangi, a girl with a mind, a woman with attitude, a lady with a class.

C atatan seorang secret admirer Dian Pelangi insta story Can't thank enough, She is awesome in her style. Sudah tak terhitung berapa jumlah energi positif yang saya serap dari postingan seorang Dian dalam akun instagramnya. Sesederhana postingan yang mengisahkan perjuangan dakwahnya dibidang fashion. Kalian boleh mencermati setiap caption yang disampaikannya, ada motivasi, hikmah, petuah, dan spirit tersendiri didalamnya. Boleh dikatakan, Dian menjadi salah seorang influencer yang handal bagi para penggemarnya, termasuk bagi saya. Saya begitu menikmati cuplikan-cuplikan episode kehidupan yang Alloh berikan kepada Dian. Tentunya, tidak mengalahkan sosok suri tauladan yang sempurna Baginda Rasululloh SAW.  Di Indonesia, maupun di kancah dunia, Dian menjadi salah satu trend setter dalam bidang fashion Muslimah. Dengan segala kontroversial dalam berhijab, penampilan, maupun make upnya. Patut saya acungi jempol, Dian menjalani dakwah dalam proporsinya. Ada ritme keseim

Instagram Influencer, build your own awareness

Anouk Robert, Dosen Tamu di Kelas Internalisation of Business catatan student exchange in OPI guest lecturer Postingan kali ini terinspirasi dari perkuliahan yang saya ikuti hari ini. Tidak terasa, perkuliahan di hari sabtu pagi dan yang biasanya menguras tenaga justru sangat cepat dan terasa kurang. Entah gaya mengajarnya  yang ringan atau materi yang disampaikan begitu mudah dipahami sehingga membuatku begitu menikmatinya. Silahkan anda bayangkan, bagaimana seorang alumni kembali ke universitas yang telah membesarkannya dan mengajar di kelas yang sama yang 10 tahun lalu pernah dikutinya. Flashback dengan segala memory yang indah maupun pahit dalam prosesnya. Beliau mengajar penuh dengan semangat dan passion (bisa dikatakan begitu, bahkan beberapa kali beliau memberi kita "hentakan" untuk lebih bersemangat dan partisipatif). Beliau ini kesehariannya bekerja di salah satu Beauty Professional Product terbesar nomer 3 di dunia, Coty. Saat ini difokuskan di divisi

Millennials Generation, How to handle it?

Gen Y ibarat mozaik yang terpetak-petakkan dalam bingkai. catatan pekerja jaman now Jilid II Dilema yang dialami pekerja tidak lebih berat dibandingkan sang pimpinan. Antara sadar dengan trend jaman yang kian berbeda, ataupun tuntutan manajemen untuk senantiasa menghadirkan pundi-pundi. Kembali membahas jurnal yang saya kemukakan sebelumnya, dalam jurnal tersebut dijelaskan, alih-alih memberikan prejudgment bagi para gen Y, manajer lebih baik berdamai dengan mereka untuk kemudian memberikan ruang yang sama bagi mereka untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. Dalam jurnal tersebut, Ferri-Reed, 2012, menyebutkan bahwa tiga cara efektif bagi seorang pemimpin untuk menciptakan kesuksesan bagi generasi millenial adalah sebagai berikut: berikan mereka sebuah gambaran luas , alih-alih mendoktrin dan mindikte, berikan mereka sebuah gambaran akan suatu keadaan dan biarkan mereka berspekulasi untuk menginterpretasikannya bantulah mereka untuk menemukan peran mereka

Millennials Generation, Am I belongs to it?

Salah satu Jurnal acuan untuk riset saya di salah satu modul. catatan pekerja jaman now Saya berbicara hari ini dengan perspektif pekerja jaman now atau biasa kita sebut sebagai Generasi Millennial atau Gen Y. Saya tidak bermaksud untuk mewakili atau menjadi representasi bagi mereka ataupun kalangan tertentu, hanya menjawab pertanyaan atas gelisah dalam benak saya selama ini. Maka terimakasih telah menghargai remah-remah ini untuk kemudian membacanya dengan penuh hikmat. Ada pertanyaan menggelitik ketika saya membaca sebuah jurnal. Jurnal yang saya persiapkan sebagai bahan acuan untuk salah satu riset saya saat ini. Jurnal ini begitu menarik dan menghentak bagi saya. Jurnal sepanjang dua halaman ini saya lahap dalam sekali duduk meski berkali-kali membaca untuk memahaminya. Kilas balik. 5 tahun sudah saya menjadi pekerja di beberapa bidang pekerjaan di Indonesia. Pekerjaan lepas dan paruh waktu yang saya jalani selama masa perkuliahan Strata-1 membuat saya hidup dan

Tekhnologi dan Peradaban Maju

Rumah Sakit Lira Medika Karawang, akhir Januari 2018. Mentafakuri nikmat yang Alloh berikan kepada kami di tahun 2017. catatan seorang Pembaca Amatir jilid II Tak perlu resah, apabila kita menghadapi masalah dan dapat menanganinya, minimal kita paham prosedural penanganannya, lantas kita menenangkan diri. Begitu yang saya tangkap dari cerita bersambung mengenai kisah "setengah bionic" milik Pak DI. Kenapa saya angkat topik ini dibandingkan topik yang lain yang beliau bahas? Saya tersadar ada banyak ironi dalam kisah ini. Saya ingin mengungkapkannya sebagai seorang pembaca amatir dan berharap kedepan ada solusi yang lebih baik. Beliau cukup berpengalaman, memiliki koneksi, dan kemampuan untuk menyelesaikan permasalah kesehatan yang beliau derita baru-baru ini. Saa t beliau menderita Aorta Dissection, beliau berada di Madinah sedang dalam ibadah Umroh, dan terpaksa kembali ke Indonesia bahkan terbang ke Singapura untuk penanganan lebih lanjut. Beliau, melal

Mengikuti Alur Berfikir Seorang Dahlan Iskan

Laman Pak DI, silahkan mampir. catatan seorang pembaca amatir Bagi saya, tidak ada yang salah ketika membaca sesuatu lantas tergelitik untuk memberikan apresiasi, bisa berupa kata-kata motivasi, saran yang membangun, bahkan kritik atas kekurangan. Saya hampir selalu terkesima dan terbangun dari kemalasan ketika membaca postingan-postingan Pak DI di Facebook. Benar, saya tidak memiliki satu pun akun Facebook, saya mensabotase akun milik suami untuk berselancar di dunia itu. Berawal dari ketidak sengajaan menemukan salah satu catatan beliau kemudian berlanjut mengikuti fanpagenya. Beliau adalah salah satu tokoh nasional yang terkenal, kritis, dan inspiratif. Dari awal ketenarannya saya belum terlalu bersemangat untuk menselami ketokohan beliau. Bahkan ketika beliau "terseret kasus yang entah berujung ataupun tidak", saya pun belum terlalu aware, baru benar-benar tergelitik dengan sosok beliau setelah banyak melahap postingan beliau di fanpage dan dilanjutkan ke laman

My dream came true!

Assalamu'alaykum Shalihaattt! Hari ini saya posting mengenai perjuangan menempuh beasiswa ke luar negeri, nah sebenernya ini draft yang sama yang saya kirimkan ke salah satu majalah, Alhamdulillah belum beruntung untuk dimuat di majalah tersebut. Jadi silahkan disimak ^^ 1.        Dulu punya cita-cita kuliah ke luar negeri sejak kapan? Saya terlahir dalam keluarga yang dibiasakan untuk gemar membaca. Kami memiliki jam baca masing-masing. Hal ini bermula ketika saya memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar, di mana saya tidak hanya membaca buku-buku cerita yang disediakan oleh orang tua. Awalnya saya gemar meminjam buku fiksi yang disediakan di perpustakaan SD, seiring berjalannya waktu saya dapat meminjam 5 hingga 7 buku fiksi non fiksi dalam satu hari. Saat itu saya menemukan dunia baru yang selama ini tidak pernah saya selami dan hanya saya ketahui di peta. Saya membaca novel ringan berkisah mengenai perjuangan seorang anak miskin yang menjual rotan untuk biaya sekolahn